Di
daerah Palembang, Sumatera Selatan, terdapat sebuah sungai yang sangat
terkenal. Sungai itu terkenal bukan hanya karena terletak di tengah kota. Akan
tetapi sungai tersebut menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat Palembang.
Tahukah
kamu nama sungai yang dimaksud? Sungai itu bernama sungai Musi.
Ternyata
nama sungai itu ada ceritanya, lho! Alkisah menuturkan, pada zaman dahulu ada
sekelompok bajak laut dari Cina yang suka mengembara ke daerah yang sangat
jauh. Mereka berlayar ke mana pun arah angin membawa mereka. Ketika angin
bertiup ke selatan, mereka pun berlayar kea rah selatan, dan seterusnya.
Setelah
mereka berlayar menempuh perjalanan yang panjang, sampailah mereka di sebuah
sungai yang di dalam peta tidak bernama.
“Sungai
tak bernama, Kapitan!” kata salah satu bajak laut.
“Ya,
aku tahu. Tapi lihat saja di depan sana pasti kita akan menemukan sesuatu.”
Kata Sang Kapitan dengan yakin. Mereka terus bergerak. Lama-lama makin ke hulu.
Namun karena kapal yang mereka gunakan terlalu besar, akhirnya mereka
menggantikannya dengan perahu yang lebih kecil. Setelah sampai di hulu, mereka
pun turun dari kapal menuju darat.
Sang
Kapitan dan anak buahnya sangat kagum melihat keramaian sungai yang tak bernama
itu. Mereka kagum akan hasil bumi yang melimpah dan kesuburan tanahnya.
“Daerah
ini benar-benar mengagumkan. Tanahnya subur. Hasil buminya melimpah.” Kata Sang
Kapitan.
“Benar,
Kapitan. Kita beruntung sekali dapat sampai di tempat yang subur ini.” Kata
salah satu bajak laut dengan wajah yang gembira.
“Tentu
kita akan pulang dengan membawa hasil yang sangat banyak, Kapitan.” Kata bajak
laut yang lain.
Sang
Kapitan menjawab dengan penuh senyum, “Tentu saja, anak buahku.”
Para
bajak laut pun mulai mengumpulkan hasil bumi yang mereka temui. Mereka
menukarnya dengan hasil yang mereka temui. Mereka menukarnya dengan hasil
rampokan yang diperoleh selama ini. Mereka tampak bersemangat mengumpulkan
hasil bumi. Ada kelapa sawit, lada, kopi, cokelat, dan lain-lain.
Para
bajak laut itu melihat, mengawali, dan membeli hasil bumi kemudian menyimpannya
untuk dibawa ke negeri asal.
Setelah
dirasa puas, mereka pun pulang ke negeri asal dengan membawa banyak hasil bumi.
Para bajak laut itu bermaksud menjual kembali hasil bumi yang mereka peroleh di
negerinya. Dengan menjualnya mereka mengharapkan keuntungan yang berlipat
ganda.
Para
bajak laut itu bermaksud untuk kembali lagi dan menukar hasil bumi dengan hasil
rampokannya serta menjualnya kembali.
Dalam
perjalanan pulang, Sang Kapitan memberi nama tempat itu dengan Muci. Dalam
bahasa Cina, Muci merupakan nama bagi dewi ayam betina yang memberi
keberuntungan pada manusia.
“Mengapa
dinamakan dengan Muci?” Tanya salah satu bajak laut.
“Bukankah
Muci adalah makhluk yang memberi keberuntungan?” Sang Kapitan balik bertanya.
“Lihat
daerah ini! Begitu subur tanahnya! Betapa melimpah hasil buminya. Baik dari
pertanian maupun perkebunan, juga terdapat tambang di sana. Benar-benar daerah
yang kaya. Maka tidak salah jika aku memberi nama daerah ini Muci, bukan?”
Tanya Sang Kapitan lagi.
Seluruh
anak buahnya mengangguk-angguk sambil tertawa senang. Mereka sependapat dengan
nama yang diberikan Sang Kapitan. “Inilah Sungai Muci, sungai yang membawa
keberuntungan bagi manusia.” Mereka pulang ke negeri asal dengan hati yang
senang karena membawa hasil bumi yang sangat banyak dan bermutu tinggi.
Beberapa
tahun kemudian, ketika bajak laut dari negeri Cina kembali, mereka pun menyebut
daerah itu dengan Muci. Beratus-ratus tahun kemudian hingga yang kita kenal
saat ini, kata Muci pun telah berubah menjadi Musi.
Maka,
sungai Muci yang pada awalnya diberi nama oleh seorang Kapitan bajak laut dari
negeri Cina, kini telah berubah nama menjadi Sungai Musi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar